Main Article Content
Abstract
Penelitian ini membahas kesantunan berbahasa civitas akademika UHAMKA dengan kajian sosiopragmatik. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan bentuk-bentuk kesantuann berbahasa, skala kesantunan berbahasa serta mendeskripsikan nilai-nilai karakter dalam kesantunan berbahasa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah tuturan civitas akademika UHAMKA. Hasil penelitian ini menunjukkan bentuk kesantunan berbahasa terdiri atas tuturan deklaratif, tuturan interogatif, dan tuturan imperatif. Skala kesantunan pada tuturan dosen dengan dosen terdiri atas 5 maksim, yaitu maksim kebijaksanaan (MB), maksim pemufakatan (MM), maksim penghargaan (MH), maksim kesimpatian (MS), maksim kesederhanaan (MSD). Prinsip kerja sama dalam tuturan dosen dengan dosen terdiri atas maksim cara (MC), maksim hubungan (MH), dan maksim kuantitas (MKN); Skala kesantunan pada tuturan dosen dan mahasiswa terdiri atas 3 maksim, yaitu maksim kebijaksanaan (MB), maksim pemufakatan (MF), dan maksim penghargaan (MH); Skala kesantunan pada tuturan dosen dan karyawan terdiri atas 2 maksim, yaitu maksim kedermawanan (MD) dan maksim pemufakatan (MF). Kesantunan berbahasa civitas akademika Uhamka memiliki korelasi dengan nilai-nilai karakter. Wujud perilaku civitas akademika UHAMKA dalam berbahasa saat berkomunikasi memunculkan penanda-penanda gramatikal di antaranya seringkalinya muncul mungkin dan barangkali dalam tuturan. Penggunaan bentuk-bentuk gramatikal tersebut seolah adanya ketidaktegasan untuk menunjukkan kesantunan dalam berbahasa. Latar belakang budaya menentukan karakter dalam bertutur. Ketidaktegasan atau ketidaklugasan dalam bertutur harus dibedakan dengan kesantunan berbahasa. Untuk itu diperlukan sebuah revolusi mental. Sejak usia dini perlu dibiasakan ketegasan dan kelugasan dalam bertutur sehingga ada perbedaan yang signifikan antara tuturan yang tidak tegas dengan perilaku santun dalam berbahasa.