Main Article Content
Abstract
Bahasa Jepang dikenal sebagai salah satu bahasa yang memiliki keunikan dan bentuk yang variatif dalam menyampaikan maksud atau ide penutur. Secara umum bentuk- bentuk tersebut ditandai dengan sufiks, penanda modalitas dan lainnya. Contoh, dalam kalimat (1) "watashi mo yatte miru beki datta ne” „saya pun waktu itu semestinya mencobanya juga ya"Ÿ. (2) "Byounin wa yukkuri yasumu mono da” „orang sakit semestinya istirahat dengan tenang"Ÿ. Penanda modalitas yang digunakan oleh kedua kalimat tersebut berbeda. Modalitas dalam teks (1) ditandai dengan modalitas obligasi (beki), tetapi pada kalimat (2) ditandai dengan modalitas eksplanasi (mono). Sehingga, kedua modalitas tersebut dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi kata yang memiliki makna sama yang merupakan modalitas obligasi, semestinya. Hal ini menjadi salah satu kesulitan yang dihadapi oleh pembelajar bahasa Jepang berbahasa ibu, bahasa Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian secara lebih mendalam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode desktriptif kualitatif. Penelitian ini akan dianalis melalui 3 tahapan, yakni pengumpulan data, analisis data, dan pengambilan kesimpulan berdasarkan teori Miles dan Huberman (1998) dan teori Muntaha (2006). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks berbahasa Jepang. Hasil dari penelitian ini mengambarkan bahwa dalam proses penerjemahan dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia, terdapar adanya teknik penambahan dan parafrasa. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam teori penerjemahan, dan dapat digunakan sebagai referensi dalam proses penerjemahan teks bahasa Jepang ke dalam teks bahasa Indonesia.