Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi

GAMBARAN KEBERMAKNAAN HIDUP PADA PENYINTAS GANGGUAN JIWA YANG MENJADI FASILITATOR REHABILITASI (SEBUAH STUDI KASUS)

Garda Sukma Kirana — 2024-08-05

Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) merupakan individu yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan perubahan perilaku. Sedangkan penyintas gangguan jiwa adalah orang yang berusaha bertahan hidup dengan kondisinya sebagai ODGJ atau berusaha bangkit setelah mengalami gangguan jiwa. Penyintas gangguan jiwa umumnya tidak memiliki makna hidup karena kondisi pernah mengalami gangguan jiwa. Kebermaknaan hidup menurut Frankl merupakan sebuah orientasi dan tujuan dari seorang manusia. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kebermaknaan hidup pada penyintas gangguan jiwa di Dinsospermasdes Kabupaten X, karena pertisipan nampak unik, dan produktif yang dibuktikan dengan aktivitas kesehariannya sebagai fasilitator ODGJ. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Metode pengumpulan datanya menggunakan wawancara dan observasi partisipatif dengan teknik triangulasi data dan triangulasi metode sebagai langkah untuk menguji kredibilitas dari informasi dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan satu partisipan berjenis kelamin laki-lai, berusia 50 tahun dan tiga informan berjenis kelamin laki-laki yang merupakan petugas dari Dinsospermasdes. Teknik analisis yang digunakan yaitu studi kasus dengan langkah pertama membuat repositori data, menetapkan kode, analisis kode, dan proposisi akhir. Hasil penelitian ini berupa, adanya temuan kebermaknaan hidup pada partisipan yang ditunjukkan oleh terpenuhinya keseluruhan aspek kebermaknaan hidup (creative value, experience value, attitudinal value). Partisipan sendiri memiliki makna hidup berupa aktivtas merawat ODGJ agar dapat membantu ODGJ kembali hidup normal. Temuan penelitian ini, bisa turut menyumbang bahan kajian tentang kebermaknaan hidup terutama pada penyintas gangguan jiwa.

PENERAPAN METODE GROUP ART THERAPY UNTUK MENURUNKAN KECENDERUNGAN PERILAKU AGRESIF VERBAL PADA ANAK SEKOLAH DASAR

Elisabeth Winda Novisari — 2024-08-05

Student of elementary school or the 'middle childhood' period are generally in a development process. The growth process in children can often experience obstacles or experience the emergence of negative behavior that might harm themselves and others. One of the negative behaviors that often occurs is verbally aggressive behavior. The phenomenon that occurred among students at X Elementary School in Semarang, teachers at schools complained about the tendency of verbally aggressive behavior carried out by students in the school environment. The aim of this research is to reduce the tendency for verbal aggressive behavior. Researchers applied the 'Group Art therapy' method to x Elementary School students to reduce the tendency for verbal aggressive behavior. Participants in this study were 6 male students with an age range of 9-10 years. Data collection used observation, interviews and the VAS scale (verbal aggressiveness scale). Based on the results of the validity and reliability test of the Pre Test VAS (verbal aggressiveness scale) with Cronbach's Alpha reliability coefficient of (p>0.05) is 0.259 , while the results of the validity and reliability test of the Post Test VAS (verbal aggressiveness scale) with a Cronbach's Alpha reliability coefficient of (p>0.05) is 0.170, it was concluded that the 20 questionnaire question items were reliable or consistent. This study used a quasi experimental one group pre-test post-test design using the VAS (verbal aggressiveness scale) scale to determine the results before and after giving the Group Art therapy intervention. Data were analyzed using IBM SPSS 22.0 with the non-parametric Wilcoxon Signed Rank test showing that there was a significant difference between verbal aggressive behavior before and after the Group Art therapy intervention (Z = -2.207 and p = 0.027 < 0.05). This research shows that the Group Art therapy method is effective in reducing the tendency for verbal aggressive behavior in the six participants at X Elementary School.

BINGE-WATCHING TERHADAP FOMO GENERASI Z DENGAN EMOTIONALLY IMMATURE PARENTS

Bunga Nadira Pradiansyah — 2024-08-05

The expanding digital age has made consuming media easily accessible for those living in Indonesia. This ease of digitalization can also have negative consequences such as FOMO and Binge Watching, especially in Generation Z with emotionally immature parents. This can lead to technology addiction. This study aims to determine the effect of Binge Watching behavior on Fear of Missing Out in Gen Z with emotionally immature parents. Through a quantitative approach, this study uses non-probability sampling with purposive sampling technique involving 50 male and female respondents with an average age of 14-24 years; enjoy watching series/movies/drama more than 1 time without interruption; have unpleasant experiences with parents. Data were collected online through a questionnaire adapted from the Binge Watching Engagement and Symptoms Questionnaire developed by Flayelle et al. (2018) and the Online Fear of Missing Out Inventory developed by Sette (2019). The results of the linear regression test showed that the F-value of the two variables was 36.904 with an unstandardized B-value of 0.614 and a P-value of 0.05> 0.000. This shows that H0 is rejected in this study, so there is a significant influence between Binge Watching Behavior and Fear of Missing Out in Generation Z with Emotionally Immature Parents, which has a percentage of 43.5%.

PRETEND PLAY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK AUTISM SPECTRUM DISORDER

Dvi Chandra Sakharendra Sarasvati — 2024-08-05

Interaksi sosial merupakan salah satu aspek yang harus dikembangkan pada setiap anak, termasuk pada anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD). Kesulitan dalam berinteraksi secara sosial bukan sekedar menghambat perkembangan anak tetapi mengarah pada penolakan atau penerimaan dari teman sebaya serta orang dewasa, perasan kesepian, lemahnya kemajuan akademik, kecemasan, kegagalan sosial, pelecehan, depresi, hambatan dalam hubungan sosial serta isolasi sosial. Terdapat beberapa upaya intervensi yang terbukti dapat mengoptimalkan interaksi social, salah satunya menggunakan pretend play. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui efektivitas pretend play terhadap kemampuan interaksi social. Hipotesis pada penelitian ini adalah ada perbedaan yang signifikan pada kemampuan interaksi sosial anak Autism Spectrum Disorder sebelum dan sesudah diberikan perlakuan pretend play. Penelitian ini menggunakan pre-eksperimental one group pretest-posttest design. Teknik pengambilan sampling dengan purposive sampling, sampel berjumlah 3 anak dengan kriteria terdiagnosa sebagai penyandang Autism Spectrum Disorder, berjenis kelamin laki-laki dan berada pada rentang usia 7-15 tahun. Subjek diberikan perlakuan selama 5 sesi pertemuan dengan durasi 1 jam. Pengumpulan data menggunakan skala ATEC bagian sosialisasi yang diisi oleh guru kelas setelah melakukan observasi terhadap setiap subjek. Analisis data menggunakan uji paired t-test dengan bantuan SPSS. Hasil penelitian didapati bahwa nilai Sig. (2-tailed) 0,002 < α = 0,05. Hasil nilai rata-rata pretest kemampuan interaksi social 14%. Hasil nilai rata-rata posttest kemampuan interaksi social 26%. Hasil skor Gain diperoleh persentase sebesar 48,64%. Maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada kemampuan interaksi sosial anak Autism Spectrum Disorder sebelum dan sesudah diberikan perlakuan pretend play.

DEVELOPMENT AND VALIDATION OF THE INDONESIAN FAMILY ESTRANGEMENT SCALE (I-FES)

Alim Panggih Raharjo — 2024-08-05

Family becomes the strongest and most intimate social bond. However, family conflict, parental neglect and abuse, and poor parenting are found to be increasing and can lead to children being estranged from their families. Up to now, there is no standardized instrument to assess family estrangement. This study aimed to construct and test the content validity, construct validity, and reliability of the Indonesian Family Estrangement Scale (I-FES). The construction of this scale is based on Scharp's (2017) components of family estrangement. FGD was also carried out to explore behavioral indicators that reflect family estrangement. After content validity test, exploratory factor analysis (EFA) was performed to evaluate the factor structure. Reliability was tested via internal consistency. The pilot version of the scale was tested on 219 unmarried university students. Through EFA, 55 items were found to meet the minimum loading factor spread across four-factor structures (Perceived Cohesion (PC), Connectedness State (CS), Sense of Vertical Responsibility (SVR), and Communication Quality (CQ)). All subscales showed very high reliability (α PC = 0.96; α IS = 0.95; α SVR = 0.91; α CQ = 0.80). The results indicated that the I-FES has excellent psychometric properties. Confirmatory factor analysis is needed as the next stage.